KETIK, YOGYAKARTA – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi mafia tanah dalam pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) Caturtunggal Kapanewon Depok Kabupaten Sleman oleh PT. Deztama Putri Sentosa dengan terdakwa Agus Santoso, S.Psi, MM Lurah Caturtunggal non aktif di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Selasa (28/11/2023) memasuki agenda pledoi.
Dalam kesempatan ini terdakwa Agus Santoso maupun Tim Penasehat Hukumnya dari Kantor Hukum Layung & Rekan masing-masing mengajukan nota pembelaan (pledoi) secara tertulis atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya.
Agus Santoso mengawali pledoinya dengan menceritakan sekelumit tentang karir dan pengabdiannya menjadi Lurah Caturtunggal.
"Saya mengabdi di Kalurahan Caturtunggai selama kurang lebih 14 tahun. Saya yakin menjadi abdi masyarakat akan menjadi contoh untuk anak-anak saya khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena saya menganggap pekerjaan sebagai Kepala Desa (Lurah) sebagai pekerjaan yang mulia. Sedangkan untuk menunjang kebutuhan dan kehidupan keluarga saya selama ini sudah tercukupi dari perusahaan keluarga yang saya kelola," ujarnya.
Ia kemudian sedikit menggambarkan usaha di bidang multi media yang ia lakoni. Sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidup anak-istrinya secara layak.
Dalam pledoinya sebanyak 10 lembar ini terdakwa Agus Santoso membantah tuduhan Jaksa Penuntut Umum padanya. Termasuk telah menerima sejumlah uang dari terdakwa Robinson Saalino selaku Dirut PT Deztama Putri Santosa. Ia juga menyebutkan pada dasarnya tuntutan terbantahkan saksi ahli.
Selain itu Agus juga meyakinkan dirinya selalu menjaga aset-aset yang diberikan kepada Kelurahan untuk di kelola dan dipergunakan oleh Kelurahan untuk kesejahteraan semua perangkat pelaksana jalannya pemerintahan di Kelurahan Caturtunggal dan masyarakat khususnya.
"Saya menyadari untuk mempertahankan dan mengelola aset yang dimiliki Kelurahan Caturtunggai tidaklah mudah. Karena sebelum saya menjabat sebagai Kepala desa carut-marutnya administrasi di Kalurahan Caturtungal sebelum kepemimpinan saya. Sehingga saat kepemimpinan saya dalam rangka mempertahankan aset-aset yang menjadi hak desa selalu berbenturan dengan masyarakat yang merasa memiliki hak atas aset-aset yang dikuasai oleh Kalurahan Catutunggal," sebutnya.
Menurut Agus seringkali Kelurahan Caturtunggal dilaporkan oleh masayarakat mengenai sengketa kepemilikan tanah. Namun ia mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan dukungan baik moril maupun materiil dari pemerintah daerah setempat maupun dari pemilik aset yaitu Keraton Yogyakarta.
"Kami saling bahu membahu untuk melawan dan mempertahankan aset Kelurahan Caturtunggal, walaupun waktu dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit," ungkapnya.
Selain bersyukur dapat mempertahankan aset-aset yang dimiliki Kalurahan Caturtunggal, Terdakwa Agus Santoso juga menyebutkan untuk aset-aset yang tidak bersengketa apabila anggaran Kalurahan Caturtunggal ada maka dilakukan pendaftran dan sertifikasi atas aset-aset desa. Sehinga tidak sedikit tanah-tanah aset Kelurahan Caturtunggal yang di sertifikatkan di masa kepemimpinannya.
Dalam kesempatan yang sama ia juga menyinggung soal prestasi sebagai Lurah yang pernah diraihnya dikancah nasional.
Menjelang akhir pledoi yang dibacakannya, Agus mengaku bingung dimana letak telah melakukan perbuatan Melawan Hukum dan bertindak diluar kewenangannya sebagai Kepala Desa ( Lurah ). Sehingga karenanya telah merugikan keuangan negara dan harus meratap dalam tahanan yang sudah berjalan hampir delapan bulan. Serta harus berpisah dengan keluarga, kerabat, dan handai tolan.
Selain membacakan pledoinya tersebut dalam kesempatan yang sama terdakwa Agus Santoso juga memohon maaf secara terbuka kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta keluarga, pemerintah DIY dan masyarakat Kalurahan Caturtunggal. Atas segala ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan yang mungkin telah timbul terkait dengan pengelolaan tanah kas desa.
"Dengan tulus dan rendah hati, saya Ingin menyampaikan permohonan maaf saya jika ada kekurangpahaman atau pelanggaran protokol yang mungkin telah terjadi. Saya berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hal ini tidak terulang di masa depan," ucapnya terbata-bata.
Ia berharap permohonan maaf tersebut diterima dengan baik oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Hingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono X. Sekaligus berharap dapat melanjutkan kerjasama yang baik dalam membangun dan mengembangkan desa Caturtunggal.
Perlu diketahui Agus Santoso duduk di kursi pesakitan atas perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Kalurahan Caturtunggal, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman.
Terdakwa Agus Santoso, di dakwa melanggar: Primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Thn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU no. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no. 31 Thn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Thn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU no. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no. 31 Thn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU menilai Agus melakukan pembiaran atas apa yang dilakukan terdakwa Direktur PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino dalam penyalahgunaan TKD di Nologaten yang melanggar ketentuan dalam Pergub nomor 34 tahun 2017 Pasal 59 tentang Pemanfaatan TKD. Menyangkut tambahnya keluasan TKD yang semula diajukan izin 5.000 meter² menjadi 16.215 meter².
Dalam agenda sidang sebelumnya oleh JPU terdakwa Agus Santoso dituntut 8 tahun penjara. Denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Serta perampasan asset terdakwa Agus Santoso untuk Negara sebesar Rp 1,25 M.
Tidak terhenti pada terdakwa Agus Santoso maupun Robinson Saalino. Dalam kasus yang sama, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY, Krido Suprayitno turut terseret duduk di kursi terdakwa. Saat ini perkara tersebut juga tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. (*)