KETIK, SURABAYA – Akhir-akhir ini, salat tarawih tercepat viral di media sosial. Banyak yang bertanya apakah salat tarawih cepat itu sah atau tidak.
Hal tersebut menjadi fenomena yang sering ditemui di masyarakat karena mayoritas melaksanakannya dengan cepat.
Nah, sebenarnya bagaimana hukum salat tarawih yang dilakukan dengan cepat? apakah salatnya tetap sah dan diterima?
Dosen Fikih Kontemporer UIN Sunan Ampel Surabaya, Muhammad Azmi memberikan tanggapannya akan fenomena salat tarawih cepat tersebut.
“Esensi salat itu adalah tuma'ninah. Bahkan Imam Ghazali, Imam asy Syarbani itu memaknai kalimat salat yang bisa menghadirkan hudurul qolbi ataupun tuma'ninah. Jikalau misalnya ada oknum yang salatnya itu cepet salat qiyamullail (tarawih), kalau menurut saya pribadi itu kurang tepat,” ucapnya pada ketik.co.id, Rabu, 5 Maret 2025.
Lebih lanjut membahas tuma’ninah Azmi menjelaskan, tuma’ninah adalah bagian dari serangkaian salat dan standarisasinya berada pada kesempurnaan gerakan salat yang sesuai sunnahnya.
“Tuma'ninah bisa kita rasakan secara mudah itu ketika kita rukuk. Rukuk dikatakan tuma'ninah apabila paha belakang itu ada satu otot yang ketarik. Kemudian punggung itu sejajar sampai gelas ditaruh punggung tidak jatuh,” jelas Azmi.
Selanjutnya, pengisi tausyiah radio El Victor itu menambahkan pengertian tuma’ninah hampir sama dengan khusyuk atau menghadirkan ketenangan.
Hal ini senada dengan pendapat Imam Abu Hanifah, standarisasi tuma’ninah ada dalam gerakan namun tidak untuk orang-orang yang udzur (berhalangan).
“Orang-orang tua orang yang tidak bisa rukuk sempurna duduk tuma'ninah itu nanti yang penting dia salat khusyuk kemudian rukunnya terpenuhi,” terang Azmi.
Melalui penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwasannya salat tarawih yang dilakukan dengan cepat tetap sah asalkan rukun dalam salat terpenuhi.
“Yang bisa membatalkan salat itu tergantung rukun. Kalau rukunnya hilang satu tidak sujud atau baca Fatihah itu baru batal. Kalau hanya waladhollin aamiin yassin Allahu akbar itu kan sunnah bukan rukun. Makanya kalau dibilang sah tetap namun pahala tuma'ninahnya belum hadir,” jelasnya.
Lebih lanjut, lulusan Universitas al-Azhar Cairo Mesir itu memberikan penjelasan dengan mengambil pendapat Prof Zahrok. Dijelaskan bahwa saat salat berjamaah seorang imam seharusnya mengetahui keadaan makmum.
“Makanya ketika mengucapkan kalimat sawwu shufufakum itu menghadap ke jamaah ini anak muda atau orang tua. Kalau orang-orang masih muda silakan 286 ayat al Baqarah dibaca. Imam yang cerdas itu yang tau keadaan ataupun kondisi makmum.” pungkas Azmi.(*)