Berbagai pendapat yang sama sering kali kita dengar dilontarkan oleh khalayak umum bahwa ganti menteri, ganti kurikulum. Apakah yang menjadi dasar dari perubahan sebuah kurikulum?
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 19 menjelaskan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Oleh sebab itu kita membutuhkan kurikulum untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan. Kurikulum merupakan mesin utama proses pendidikan.
Perkembangan kurikulum di Indonesia sejak merdeka dimulai pada Tahun 1947 hingga saat ini telah mengalami beberapa kali revisi kurikulum. Kurikulum yang akrab diingat adalah KBK (kurikulum berbasis kompetensi), KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan), K13 (kurikulum 2013), dan kurikulum merdeka.
Pengembangan kurikulum di Indonesia merupakan proses yang dinamis, melibatkan berbagai aspek seperti kebutuhan pendidikan nasional, perkembangan teknologi, hingga tuntutan global.
Kurikulum yang dikembangkanpun tentu saja dilandasi empat landasan dasar, yaitu: 1) filosofis, 2) psikologis, 3) sosiologis, dan 4) IPTEK. Dalam melakukan pengembangan kurikulum sudah didasarkan atas model konsep kurikulum yang ada, yaitu: a) subjek akademik. b) humanistik, c) rekonstrusi sosial, dan d) teknologis/kemampuan.
Namun, dalam praktiknya, perjalanan menuju kurikulum ideal sering kali diwarnai dengan berbagai tantangan yang membuat idealita sulit diwujudkan dalam realita.
Salah satu problem utama adalah frekuensi perubahan kurikulum yang sering kali terlalu cepat, tidak memberikan cukup waktu bagi guru untuk beradaptasi dan mengimplementasikan perubahan secara efektif.
Pergantian kurikulum juga sering kali lebih didasari oleh kepentingan politis dibandingkan kebutuhan pendidikan itu sendiri. Akibatnya, siswa, guru, dan sekolah menjadi pihak yang harus menanggung dampaknya.
Selain itu, kesenjangan antara desain kurikulum dengan implementasi di lapangan tetap menjadi persoalan besar. Kurikulum sering kali dirancang dengan visi yang muluk-muluk, namun tidak didukung oleh fasilitas, pelatihan guru, dan distribusi sumber daya yang memadai.
Hal ini memperparah ketimpangan kualitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia, terutama antara perkotaan dan pedesaan, bagian barat Indonesia dan bagian timur Indonesia.
Penting untuk memahami bahwa kurikulum seharusnya tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi juga alat yang efektif untuk membangun generasi yang kompeten, kritis, dan kreatif menuju tujuan pendidikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap perubahan kurikulum didukung oleh proses pelatihan guru yang menyeluruh, pengadaan infrastruktur yang cukup, dan evaluasi yang berkelanjutan.
Dalam menyikapi dinamika pengembangan kurikulum, Indonesia harus mengambil pendekatan yang lebih terintegrasi, melibatkan semua pihak terkait—pemerintah, akademisi, praktisi pendidikan, serta masyarakat untuk menciptakan kurikulum yang relevan dan berkelanjutan. Dengan demikian, idealita kurikulum yang dirancang dapat lebih mendekati realita di lapangan.
Solusi
Menghadapi berbagai permasalahan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia, diperlukan solusi strategis yang dapat menjembatani idealita kurikulum dengan realita implementasinya di lapangan. Berikut beberapa solusi yang dapat diambil:
Konsistensi dan Stabilitas Kebijakan Kurikulum
Pemerintah perlu menghindari pergantian kurikulum yang terlalu sering. Peninjauan kurikulum sebaiknya dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan evaluasi yang mendalam dari kurikulum sebelumnya. Kebijakan yang konsisten akan memberikan waktu yang cukup bagi guru, siswa, dan sekolah untuk menyesuaikan diri.
Pelatihan Guru yang Berkelanjutan
Guru adalah ujung tombak implementasi kurikulum. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan adanya pelatihan yang berkelanjutan, baik untuk memahami kurikulum baru maupun untuk meningkatkan kompetensi pedagogis mereka. Pelatihan ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Peningkatan Infrastruktur dan Fasilitas Pendidikan
Ketimpangan fasilitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan harus diatasi. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran secara merata untuk memastikan setiap sekolah memiliki akses terhadap fasilitas dasar yang mendukung implementasi kurikulum, seperti buku pelajaran, laboratorium, dan teknologi informasi.
Partisipasi dan Kolaborasi Multisektoral
Proses pengembangan kurikulum harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk guru, siswa, orang tua, akademisi, dan sektor swasta. Dengan pendekatan partisipatif, kurikulum yang dihasilkan akan lebih relevan dengan kebutuhan nyata masyarakat dan dunia kerja.
Penggunaan Teknologi untuk Mendukung Implementasi
Di era digital, teknologi dapat dimanfaatkan untuk membantu penyebaran kurikulum dan sumber belajar secara merata. Platform pembelajaran online, pelatihan virtual, dan aplikasi edukasi dapat menjadi solusi untuk menjangkau daerah terpencil.
Evaluasi Berbasis Data
Proses evaluasi kurikulum harus berbasis data yang akurat dan relevan. Pemerintah perlu mengembangkan sistem evaluasi yang tidak hanya mengukur hasil belajar siswa, tetapi juga mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh guru dan sekolah dalam menerapkan kurikulum.
Pendekatan Kontekstual dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum harus dirancang secara kontekstual sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Hal ini akan membuat kurikulum lebih relevan dan aplikatif bagi siswa di berbagai daerah, tanpa mengesampingkan standar nasional.
Pendekatan Bertahap dalam Implementasi
Setiap perubahan kurikulum harus diterapkan secara bertahap. Uji coba di beberapa daerah pilot dapat dilakukan sebelum implementasi penuh, sehingga kekurangan dapat diidentifikasi dan diperbaiki lebih awal.
Dengan solusi-solusi tersebut, pengembangan kurikulum di Indonesia dapat lebih selaras dengan realita di lapangan, memberikan manfaat maksimal bagi seluruh siswa tanpa meninggalkan satu pun pihak di belakang. “No child left behind”.
*) August Lewaherilla adalah mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Unesa
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)