Idulfitri: Momentum Kebersamaan dan Kepedulian Sosial

30 Maret 2025 20:03 30 Mar 2025 20:03

Thumbnail Idulfitri: Momentum Kebersamaan dan Kepedulian Sosial Watermark Ketik
Ponirin Mika Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Critical Social Research Probolinggo

Idulfitri merupakan momen istimewa bagi umat Islam. Tidak hanya sebagai hari kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh, tetapi juga sebagai refleksi mendalam terhadap realitas sosial yang ada di sekitar kita. Salah satu ajaran yang penuh makna dalam Idulfitri adalah anjuran untuk makan sebelum melaksanakan sholat Id. Anjuran ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan memiliki pesan sosial yang kuat, yakni membangun kepekaan terhadap sesama, khususnya mereka yang hidup dalam keterbatasan ekonomi.

Dalam Islam, makanan bukan hanya kebutuhan biologis, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang penting. Dengan dianjurkannya makan sebelum sholat Idulfitri, kita diingatkan bahwa ada saudara-saudara kita yang mungkin tidak memiliki kemewahan yang sama. Mereka yang sepanjang tahun bergelut dengan kelaparan dan kemiskinan membutuhkan perhatian lebih dari kita yang berkecukupan.

Realitas sosial menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi masih menjadi permasalahan utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin masih sangat mencolok. Idulfitri mengajarkan kita untuk melihat kenyataan ini dengan hati yang terbuka. Kegembiraan yang kita rasakan di hari kemenangan seharusnya tidak hanya menjadi milik kita sendiri, tetapi juga dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Takbir yang menggema di masjid, musala, dan lapangan bukan sekadar seremonial keagamaan. Takbir adalah deklarasi ketauhidan yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Keimanan yang kuat kepada Allah harus tercermin dalam kepedulian sosial yang tinggi. Mengangkat tangan dalam takbir seharusnya diiringi dengan uluran tangan kepada mereka yang membutuhkan.

Salah satu cara konkret membumikan ajaran Islam dalam konteks sosial adalah melalui zakat, infaq, dan sedekah. Islam mewajibkan zakat fitrah sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang kurang mampu. Dengan membayar zakat, kita tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga membersihkan hati dari sifat kikir dan individualisme yang berlebihan.

Idulfitri juga menjadi momen untuk memperkuat tali silaturahmi. Di hari yang suci ini, umat Islam dianjurkan untuk saling memaafkan dan mempererat hubungan dengan keluarga, tetangga, serta masyarakat sekitar. Hal ini mengajarkan bahwa keberagaman sosial harus dikelola dengan penuh kasih sayang dan saling pengertian.

Namun, dalam praktiknya, sering kali kita melihat bahwa perayaan Idulfitri lebih didominasi oleh konsumsi dan gaya hidup konsumtif. Masyarakat berlomba-lomba membeli pakaian baru, makanan berlimpah, dan barang-barang mewah tanpa memperhatikan mereka yang kesulitan ekonomi. Padahal, esensi dari Idulfitri adalah kesederhanaan dan berbagi, bukan kemewahan yang berlebihan.

Kepekaan sosial yang diajarkan dalam Idulfitri seharusnya tidak berhenti pada momen lebaran saja. Semangat berbagi dan peduli terhadap sesama harus terus dipelihara sepanjang tahun. Puasa yang telah dijalani selama sebulan penuh seharusnya membentuk karakter yang lebih peduli, rendah hati, dan berempati terhadap penderitaan orang lain.

Realitas sosial di Indonesia menunjukkan bahwa masih banyak saudara kita yang hidup dalam kemiskinan. Data menunjukkan bahwa jutaan orang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam mengurangi kesenjangan sosial tersebut.

Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dalam menciptakan sistem yang lebih adil dan merata. Kebijakan yang berpihak kepada kaum miskin harus diutamakan, sementara individu yang memiliki kelebihan harta harus lebih banyak berbagi. Idulfitri bisa menjadi momentum untuk memperkuat komitmen ini.

Islam mengajarkan bahwa keberkahan hidup tidak diukur dari seberapa banyak yang kita miliki, tetapi dari seberapa banyak yang kita berikan. Oleh karena itu, makna Idulfitri seharusnya tidak hanya menjadi perayaan pribadi, melainkan juga perayaan bersama yang mencerminkan nilai-nilai solidaritas sosial.

Dalam konteks modern, banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat kepedulian sosial, seperti mendukung usaha kecil, memberikan beasiswa kepada anak-anak kurang mampu, atau berpartisipasi dalam program kemanusiaan. Semua ini adalah bentuk nyata dari implementasi ajaran Islam dalam kehidupan sosial.

Sebagai umat Islam, kita harus menjadikan Idulfitri sebagai momentum untuk merenungkan kembali bagaimana kita dapat berkontribusi bagi masyarakat. Jangan sampai kebahagiaan kita hanya bersifat individual, sementara di sekitar kita masih banyak orang yang berjuang untuk hidup layak.

Dengan memahami makna sosial Idulfitri, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Islam tidak hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga menekankan pentingnya membangun keadilan sosial. Idulfitri mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah sekadar menikmati kemewahan, tetapi juga berbagi dan peduli terhadap sesama.

Semoga Idulfitri tahun ini membawa berkah bagi kita semua, serta menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap realitas sosial di sekitar kita.

*) Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Critical Social Research Probolinggo

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email [email protected].
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat ada pada redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

idul fitri Realitas Sosial Kepedulian Idulfitri