KETIK, MALANG – DPRD Kota Malang telah memfasilitasi penyelesaian polemik rencana pembangunan apartemen dan hotel di daerah Blimbing. Beberapa hal yang disoroti ialah penuntasan perizinan dan dinamika penolakan warga.
Pada audiensi yang dilakukan, beberapa pihak mulai dari PT Tanrise Property, OPD terkait, hingga warga Blimbing turut diundang. Namun pihak warga tampak absen dari pertemuan tersebut.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Muhammad Anas Muttaqin menjelaskan pertemuan dilakukan untuk menggali informasi utuh dari rencana pembangunan hotel berbintang 5 itu.
"Saya kira ini termasuk investasi besar dan banyak perizinan yang harus dilalui, mulai izin usaha, PBG, SLF, Amdal, andalalin, KKOP dan semua itu masih proses. Kami tekankan komitmennya untuk mematuhi regulasi, jadi saya harap tidak ada yang dirugikan," ujarnya, Jumat, 23 Mei 2025.
Menurutnya polemik yang terjadi salah satunya akibat komunikasi yang belum tuntas antara PT Tanrise Property dan warga. Ia tak memungkiri investasi yang bernilai Rp900 miliar tersebut membawa dampak bagi perputaran ekonomi di Kota Malang. Kendati demikian aspirasi masyarakat harus terus diperhatikan.
"Saya kira kita juga ramah pada investasi tapi jangan sampai ada dampak negatif yang berdampak pada lingkungan masyarakat. Masukan kami memang harus ada komunikasi yang baik artinya jangan sampai ada warga yang merasa tertinggal atau merasa tidak terfasilitasi keluhannya," lanjutnya.
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan menjelaskan saat ini beberapa perizinan tengah dalam tahap penyelesaian.
Ia menyebutkan bahwa berdasarkan konsultasi antara PT Tanrise Property dengan DLH Kota Malang, disebutkan bahwa bangunan memiliki risiko tinggi sehigga kewenangan Amdal berada di pemerintah pusat.
Berdasarkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), lantai dasar bangunan mencapai 9,9 meter dari total luas 12.000 meter. Namun dalam dokumen Amdal, lahan yang dimanfaatkan sebanyak 6.000 meter.
"Jadi di KKPR kami dijelaskan, lantai dasarnya dibangun 9,9 meter. Dari 12.000, yang bisa digunakan 9,9 meter. Tetapi saya lihat di Amdalnya, yang dibangun hanya 6.000 meter. Gak masalah juga sebenarnya, sudah sesuai. Jadi akhirnya dia mengajukan Amdalnya itu 6.000," jelasnya.
Dalam mengurus Amdal pun, PT Tanrise Property harus melibatkan masyarakat setempat, termasuk dalam penyerapan aspirasi dan keluhan. Menurutnya keberhasilan proyek tersebut bergantung pada inisiatif komunikasi antara investor dengan warga setempat.
"Jika tetap ada gejolak penolakan, kami gak bisa ngomong (proyek berpotensi) gagal atau tidak. Ini kan harus ada inisiatif dari pihak investor dengan warga. Masalah apa yang menjadi atensi dari warga juga harus diakomodir," tutupnya. (*)