Akademisi UB Malang Minta Perguruan Tinggi Akomodasi Kesehatan Mental Civitas Akademika

Jurnalis: Lutfia Indah
Editor: Gumilang

6 Januari 2024 07:30 6 Jan 2024 07:30

Thumbnail Akademisi UB Malang Minta Perguruan Tinggi Akomodasi Kesehatan Mental Civitas Akademika Watermark Ketik
Ilustrasi burn out akibat kebanyakan kerja. (Foto: freepik)

KETIK, MALANG – Persoalan kesehatan mental menjadi perhatian tak hanya bagi mahasiswa namun juga civitas akademika. Akademisi Universitas Brawijaya (UB), Dr. Ns. Lilik Supriati, S.Kep., M.Kep menyampaikan Perguruan Tinggi perlu mengakomodasi penanganan kesehatan mental seluruh civitas akademika.

Dosen Ilmu Keperawatan tersebut menekankan Perguruan Tinggi tidak perlu menunggu pegawainya mengalami krisis untuk dapat memberikan program penanganan mental.

Menurutnya program promotif dan preventif dari kampus harus terus diperluas dan digaungkan, tak hanya di kalangan mahasiswa. Terdapat tiga hal yang dilakukan Perguruan Tinggi untuk mengakomodasi kesehatan mental civitas akademika.

"Pertama, Perguruan Tinggi harus meningkatkan kemampuan atau sumber coping dengan memfasilitasi kegiatan. Terutama untuk peningkatan kemampuan pendampingan spiritual, berfikir positif, dan peningkatan kesejahteraan," ujar Lilik Supriati, Sabtu (6/1/2024).

Selain itu Perguruan Tinggi harus membuat program untuk mempromosikan dan membentuk komunitas kesehatan mental di kampus. Caranya dengan pendidikan screening dan konseling secara berkala terhadap civitas akademika.

"Perguruan Tinggi juga memberikan dukungan emosional dan kelayakan reward, penghargaan yang pantas, serta apresiasi atas kinerja yang dilakukan civitas akademika. Peduli kesejahteraan karyawan degan program peningkatan kapasitas, kegiatan relaksasi. Termasuk memfasilitasi lingkungan kerja kondusif dan layanan krisis mental," paparnya.

Dengan cara tersebut diharapkan mampu menjadi upaya preventif terjadinya burn out pada karyawan. Ia menyebut bahwa World Health Organization (WHO) telah menganggap kesehatan mental termasuk dalam Hak Asasi Manusia (HAM). 

"Burn out dalam dunia akademisi berdasarkan penelitian, 30 persen komunitas di kampus pernah mengalami gejala depresi, kecemasan, atau stres. Setiap pekerjaan memiliki tantangan dan kesulitan. Ini jadi faktor yang membuat orang merasa lelah sehingga kerjaan tidak bisa dikerjakan dengan cepat dan membuat burn out intens," jelasnya. 

Proses terjadinya burn out ditandai dengan tiga hal. Meliputi kelelahan fisik, kurang energi maupun motivasi, hingga mulai merasa sinis terhadap orang lain maupun pekerjaan. Imbasnya hal tersebut tak hanya merugikan diri sendiri, namun juga orang lain dan produktivitas kerja.

"Untuk itu setiap orang perlu mengelola potensi yang dimiliki, mengetahui batas diri dan melakukan manajemen stres yang baik. Termasuk mengupayakan tugas dan beban kerja sesuai kontrak dan memberikan batasan pada diri sendiri. Hal tersebut harus dilakukan dengan kesadaran hati masing-masing," tegasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

kesehatan mental mental health Akademisi UB Universitas Brawijaya burn out lelah bekerja